Pelajaran dari Seorang Pemulung

jangan nilai seseorang hanya dari  luarnya saja
Image Source : Liputan6.com
Ada pelajaran dari seorang pemulung yang dapat diambil hikmahnya untuk bekal kehidupan sosial kita,berikut ini ceritanya.

Pada zaman bahula,orang tuaku bilang,"belajar sing temen ben pinter,mene sing gede ben dadi dokter".(belajar yang rajin biar pintar,nanti besar bisa jadi dokter)
Ternyata memang benar kata beliau,untuk jadi dokter syaratnya harus pinter,dan pinternya gak cukup di dalam otak saja,akan tetapi Negara harus mengakuinya juga. untuk mendapat pengakuan Negara tersebut butuh usaha,waktu dan tak sedikit biaya.

Doktrin itu nyatanya ngangenin (sprite keleuesss....😀), terlalu kuat mengakar di otakku sehingga dengan gampangnya bisa memberikan label pinter untuk mereka yang memiliki jabatan dan profesi yang memang dibutuhkan kecerdasan otak dan pengakuan negara untuk mendapatkannya.kalau sebaliknya sudah pasti tidak pinter.

Namun,Doktrin yang sudah lama menjadi keyakinan ini tiba-tiba buyar saat Aku bertemu dengan seorang pemulung.ya....seorang pemulung.
Ketika itu Aku sedang santai duduk di warung kopi dengan menghisap sebatang rokok ditemani secangkir kopi yang tak kunjung habis,walaupun sudah genap sejam disana.

Mungkin pemulung paruh bayah tersebut sudah terlalu lelah menjalani aktivitas yang oleh sebagian orang dipandang sebelah mata ini.Ia pun memesan segelas es teh dan duduk tepat disebelah kanan Aku.

"Mpon kantok kathah,Pak...?".tanyaku membuka percakapan.Aku memang suka begitu kalau ketemu orang baru,selalu memulai berucap kata meskipun kadang tak ada kelanjutannya.

Dengan sigap lelaki yang dari tatapan matanya nampak masih tersimpan selaksa peristiwa tersebut menjabat tanganku sambil berkata,"Alhamdulillah Mas,lumayan akeh..matur suwon to Mas?".

"Matur suwon..?kangge nopo,Pak?".tanyaku heran.

"Jarang-jarang ada yang mau bicara sama bapak,ya....mungkin karena profesi dan penampilan Bapak yang seperti ini".Jawabnya.

"Ngge,sami-sami".jawabku singkat.

Aku pun kembali fokus pada smartphone lagi tanpa hiraukan bapak pemulung tadi.

"Buka apa mas....?".tanya si Bapak memecah konsentrasiku.

"Ini pak,lagi baca artikel bahasa inggris.tapi diterjemahin di google,maklum gak bisa bahasa inggris.hehehe......".

"Biasanya hasilnya acak-acakan lho mas,sulit difahami.sini bapak yang nerjemahin".

Wuuueeee.....ini Bapak sok banget ya,pikirku.

"Oooo....masalah teknik SEO......,mas nya punya web atau blog?".

"Blog,Pak....".

Diluar dugaan,Dengan sangat mahirnya Ia menggelontorkan kata-kata dari sela kedua bibirnya,Ia menjelaskan panjang lebar seputar cara optimasi mesin pencarian ini.Aku hanya terdiam menyimak uraiannya dengan seksama.dengan decak kagum yang juga luar biasa.

Setelah itu,Aku pun langsung berlagak layaknya jurnalis mengorek detil kabar berita dari sumbernya.dengan mencecarnya dengan beragam pertanyaan.

Salah satu jawaban dari pertanyaan yang Ku ajukan kepadanya,yakni "apakah bapak blogger?".

Ia tidak menampiknya,katanya dulu Ia adalah Blogger introvert,yang kurang peduli dengan lingkungan sosial disekitarnya.jarang sekali bersosialisai dengan tetangga,apalagi shilaturrahmi dengan kerabatnya yang memang jauh domisilinya.

Karena alasan itu Ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dunia blogging.selain itu Ia juga beralasan sering melakukan tindakan negatif kalau berselancar didunia maya.tahu sendiri kan?bahwa internet tidak hanya dipenuhi konten-konten positif saja,konten-konten negatif pun turut serta menjejali komunitas astral ini.internet positif pun rasanya tidak ada gunanya,mudah sekali dilewati.

Bahasan seputar SEO pun beralih ke topik lain.dimulai saat Ia melihat kantong plastik transparan yang ku bawa.

"Wiiihhhh....bawaanya keren mas,punya sampean?"

"Bukan,Pak.titipan teman.lagian mana bisa baca yang ginian,ngaji Qur'an saja nggak bisa kok pak".Aku ngaku dari pada di sangka orang pinter.

Anda tahu apa yang ada didalam kantong plastikku?.Sebuah kitab dengan huruf arab tak berharokat.Al Hikam namanya.pengen juga sih baca dan memperdalam kitab karya Syekh Ibnu Atha'illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha'illah As-Sakandari ini.namun apa daya otak gak sampai.

"Coba tak lihat sini kitabnya...."

"Monggo Pak....!"

Dibukanya kitab kelas atas ini,dibaca dengan disertai terjemahan bahasa jawanya.
Sekali lagi Aku dibuatnya melongo.tak disangka dan tak diduga,seorang pemulung ini mampu membaca,memahami,dan menjelaskan Al Hikam dengan sempurna.

Multi talenta,serba bisa,atau pinternya gak ketulungan.itu pendapatku setelah hampir 2 jam ngobrol santai di warung kopi.
Bodohnya Aku tidak menanyakan namanya,bodohnya Aku tak menanyakan alamat rumahnya.menyesal....?,tentu saja.karena kesempatan untuk bertemu untuk kali kedua hampir tidak ada,apalagi ketiga,keempat,kelima dan seterusnya.

Namun,ada pelajaran dan hikmah yang bisa aku ambil untuk bekal kehidupan sehari-hari.khususnya ketika bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.bahwa menilai buku jangan hanya dilihat dari sampulnya.juga bahwa jangan menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya,dari profesinya,dari jabatannya,dari strata pendidikannya,dari harta dan kekayaannya saja.

Yakinlah diluaran sana masih banyak orang yang seperti Si Bapak pemulung tadi.mereka pinter tapi tidak mengkoar-koarkan kepinterannya,mereka pinter tapi tidak berhasrat mendapat profesi yang layak dengan kepinterannya,mereka yang pinter tapi tidak memiliki bukti pengakuan dari pemerintah,mereka pinter tapi tidak menganggap dirinya lebih pinter dari yang lainnya.

Teringat dawuh Almaghfurlah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari (lahulfaatihah...!):

"Tidak akan memperoleh ilmu,orang yg malu dan sombong.karena air tidak akan pernah mengalir ke atas gunung"

Share this:

Tidak ada komentar


Follow Us On Facebook
×